Arti Sebuah Nama
Memberi nama anak, di dalam Islam mendapat perhatian yang cukup besar. Karena nama merupakan identitas diri dan sarana untuk saling memahami dalam berkomunikasi dengan orang lain. Nama, bagi seorang bayi yang dilahirkan merupakan hiasan, tumpuan dan sekaligus syi’ar yang dengannya ia dipangggil ketika di dunia maupun di akhirat. Rasulullah saw sering mengganti nama seseorang yang baru masuk Islam, jika sebelumnya nama orang tersebut tidak baik di dalam pandangan Islam.
Beberapa masalah Seputar Nama
Pentingnya nama dan pengaruhnya terhadap anak, orang tua dan ummat.
Nama, yang dalam bahasa Arabnya adalah ism, menurut sebagian orang merupakan bentukan dari kata wasm yang berarti tanda (’alamah). Maka dengan nama seseorang dapat diketahui dan dia menjadi tanda bagi yang bersangkutan. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman :
“Hai Zakariya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS. 19:7)
Sebagian yang lain mengatakan bahwa ia berasal dari kata as sumuw yang berarti tinggi. Maka nama adalah merupakan tanda yang menggambarkan ketinggian atau kaluhuran seseorang yang memiliki nama tersebut.
Nama adalah sesuatu yang pertama didapat oleh seorang bayi yang terlahir, merupakan ciri spesifik yang membedakan dia dengan orang lain. Nama adalah yang pertama dilakukan seorang ayah terhadap bayi sebagai tanda pewaris dan penerus regenerasi. Nama juga merupakan sarana pertama bagi manusia untuk terjun di kancah masyarakat.
Nama meskipun hanya sesuatu yang bersifat maknawi tetapi memiliki nilai yang amat tinggi melebihi materi. Sehingga orang akan lebih menjaga nama daripada hartanya, jangan sampai namanya direndahkan, ditentang atau dimusuhi.
Islam sangat menganjurkan agar memberi nama anak dengan nama yang baik, karena pada umumnya nama memiliki pengaruh terhadap seseorang yang memilikinya, dalam baik ataupun buruknya. Dia merupakan cerminan pemikiran orang tua, apakah dia seorang yang selamat dan mengikuti petunjuk Nabi saw atau memiliki pemikiran- pemikiran yang tercemar dan bahkan menyimpang.
Nama yang baik akan memberikan kepuasan bagi seorang anak. Ketika anak memasuki usia banyak bertanya (antara 5 hingga 7 tahun) terkadang mereka melontarkan pertanyaan, “Mengapa ayah memberi nama aku demikian? Apa artinya?
Alangkah bahagianya sang ayah kalau dia memberi nama yang baik, sehingga dia dapat memberikan jawaban yang menyenangkan buat sang anak. Namun kalau ternyata nama yang dia berikan adalah buruk maka terbukalah kebodohan dan kedangkalan pemikirannya di hadapan sang anak. Dan nama baik yang diberikan kepada anak merupakan salah satu pendidikan paling dini untuk mereka. Ketika seorang anak tahu bahwa namanya adalah sesuatu yang mulia dan tinggi, maka dia akan bercita-cita setinggi dan semulia namanya sebagaimana yang diharapkan oleh orang tua.
Maka ada benarnya ungkapan sebagian orang, “Katakan siapa namamu, maka aku akan tahu siapa ayahmu.” Artinya dengan mengetahui nama seorang anak maka dapat diterka bagaimana sifat, pemikiran dan gaya hidup orang tuanya.
Waktu Pemberian Nama
Ada tiga waktu yang disunnahkan dalam memberikan nama anak, yaitu:
- Memberi nama bayi pada saat dia dilahirkan.
- Memberinya nama dalam masa tiga hari setelah kelahirannya.
- Memberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya.
Memberi Nama Adalah Hak Ayah
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa yang lebih berhak memberi nama seorang anak adalah ayah. Jika ada perbedaan atau perselisihan antara ayah dengan ibu maka yang berlaku adalah panamaan dari ayah. Seorang ibu jika kurang setuju hendaknya mengajak musyawarah dengan baik, dengan penuh kelembutan dan jalinan kasih.
Boleh juga minta dicarikan nama kepada orang yang terpercaya dalam agamanya (shalih) agar memilihkan nama yang sesuai dengan sunnah. Banyak diantara shahabat yang menghadap Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta meminta beliau agar memberi nama untuk anak-anak mereka.
Anak Dinisbatkan Kepada Ayah
Sebagaimana pemberian nama adalah hak ayah maka penisbatan anak juga kepada ayahnya. Dia dipanggil dengan menisbatkan kepada ayahnya, bukan kepada ibunya, misalkan fulan bin fulan bukan bin fulanah, kalau anak perempuan fulanah binti fulan, demikian pula dalam panggilan.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,artiya,
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah.” (al-Ahzab:5)
Memilih Nama Yang Baik
Seorang ayah wajib memilihkan nama yang baik untuk anaknya, dari segi lafal maupun maknanya, serta masih dalam koridor syara’. Diantara ciri nama yang baik adalah: Indah, sejuk di lisan, enak didengar, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama seperti nama asing yang tak jelas, tasyabbuh dengan orang kafir serta segala yang memiliki arti buruk.
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan, “Merupakan hak seorang anak terhadap ayahnya adalah memilihkan untuknya ibu yang baik, memberinya nama yang baik dan mewariskan kepadanya adab (pendidikan) yang baik.”
Tingkatan Nama Yang Dicintai
Tingkatan nama yang dicintai Allah serta dibolehkan dalam Islam adalah sebagai berikut:
- Abdullah dan Abdurrahman, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiallaahu anhu yang diriwayatkan oleh imam Muslim. Dan tak kurang dari tiga ratus shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang memiliki nama Abdullah.
- Abdun (penghambaan)yang disambungkan dengan Asam’ul Husna selain yang tersebut di atas, seperti Abdul Aziz, Abdul Malik, Abdul Majid dan sebagainya.
- Nama-nama nabi dan rasul, karena mereka adalah penghulu bagi umat manusia dan merupakan orang-orang mulia serta terpilih. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam juga pernah memberi nama sebagian shahabat dengan nama para nabi sebelum beliau.
- Nama orang-orang shalih, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiallaahu anha bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam biasa memberi nama dengan nama para nabi dan orang shalih sebelum beliau. Termasuk pemuka shalihin adalah para shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, Tabi’in dan para imam kaum muslimin.
- Segala nama yang mencerminkan kejujuran dan kebaikan manusia.
Diantara-nama-nama yang dilarang adalah sebagai berikut:
- Segala nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syamsi (hamba matahari), Abdul Husain dan lain-lain.
- Memberi nama dengan nama-nama Allah, seperti Arrahman, al Khaliq, dan semisalnya.
- Nama-nama a’jam yang berasal dari orang kafir dan merupakan ciri atau kekhususan mereka. Ini banyak menimpa kaum muslimin saat ini, mereka banyak mengimpor nama-nama kafir dari Eropa dan Amerika seperti Petrus,George,Diana,Suzan dan sebagainya.
- Nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah seperti Latta, Uzza, Hubal, (Brahma, Wisnu, Syiwa-pen).
- Nama klaim dusta, mengandung unsur kebohongan yang berlebihan, mentazkiyah (menyucikan) diri . Diantara contoh nama yang masuk kategori ini adalah Malikul Amlak (Muluk), Sulthanus Shalatin, Syahinsyah, yang semuanya memiliki arti hampir sama yaitu raja diraja. Juga nama Hakimul Hukkam yang artinya hakim dari segala hakim.
- Nama-nama setan dan iblis, hal ini sebagimana yang dikatakan Imam Ibnul Qayim.
- Nama yang membuat lari dan ngeri hati seperti Harb (perang), Murrah (pahit), Khanjar (pisau belati). Juga nama-nama yang memiliki makna penyakit seperti Suham (penyakit unta), Suda’(pusing), Dumal (bisul).
- Nama-nama yang mengundang syahwat, terutama bagi para wanita, seperti Fatin atau Fitnah (dengan kecantikannya), Syadiyah (penyanyi dengan suara merdu).
- Nama-nama orang fasiq, artis atau bintang film, penyanyi dan pemusik.
- Nama yang menunjukkan makna dosa atau maksiat seperti zhalim, sariq (pencuri). Juga nama yang tidak diminati masyarakat karena buruk, seperti Kannaz (penumpuk harta), Bakhil dan semisalnya.
- Nama-nama binatang yang dikenal buruk seperti Khimar (keledai), Kalb (anjing),Hanasy (lalat),Qunfudz (landak) dan lain-lain.
- Nama-nama dobel seperti Ahmad Muhammad, Said Ahmad dan semisalnya, karena -dimasyarkat Arab- menjadikan bingung disebabkan adanya unsur iltibas (ketidakjelasan).
- Sebagian ulama juga membenci pemberian nama dengan nama-nama malaikat, seperti Jibril, Mikail, Israfil dan lain-lain.
- Sebagian ulama juga memakruhkan pemberian nama dengan surat-surat dari al-Qur’an seperti Thaha, Hamim, Yasin.
Adapun yang tersebar di masyarakat bahwa Thaha atau Yasin adalah nama lain untuk Nabi Muhammad saw, maka itu sama sekali tidak benar. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah di dalam kitab “Tuhfatul Maudud” hal 109.
Diringkas dan disadur dari kitab “Tasmiyatul maulud” Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid.
0 comments:
Posting Komentar