Apa Karya Sarjana Pertanian Kita?
Siapa pun tahu bahwa negeri kita tanahnya subur. Sebagai negara agraris, seharusnya kebutuhan hidup masyarakatnya harus tercukupi.
Bukan hanya slogan kosong yang diucapkan orangtua kita bahwa negeri ini
dulu pernah disebut ‘gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta
raharjo’ atau subur makmur dan damai sejahtera masyarakatnya.
Dibiarkan terbengkalai karena harga yang terlalu murah.
Kenyataan, sejak jaman
penjajahan Belanda hingga 68 tahun setelah kemerdekaan, kekurangan
bahan salah satu kebutuhan pokok sering terjadi silih berganti. Mulai
dari BBM, minyak goreng, minyak tanah, beras, kedelai, bawang merah,
bawang putih, dan beras bukanlah hal yang aneh! Bahkan garam pun harus
mengimpor!
Saat musim panen tiba,
maka semua melimpah ruah dan harga pun sering jatuh yang membuat petani
tersungkur dan sulit mengembalikan modal. Bahkan sekedar membayar
ongkos panen pun tak bisa. Sehingga tanaman sering dibiarkan membusuk di
ladang atau sawah. Sebagai contoh petani bawang merah di Brebes, petani
pisang di Malang, atau petani kobis di Magetan dan Malang.
Kurangnya penyuluhan
dari dinas terkait atau pemerintah daerah seperti pada masa 1970 –
1990an juga menjadi salah satu akibat merosotnya produksi pertanian.
Beralihnya petani menanam tanaman keras tanpa perawatan dengan beaya
produksi minim, seperti menanam sengon, menjadi pilihan petani untuk
menghindari kerugian.
Namun pada saat
kemarau datang walau baru dua bulan tidak turun hujan, maka paceklik pun
mendera. Harga melambung tinggi, tetapi petani tak dapat menikmati
hasil. Mendatangkan dari negeri manca harus dilakukan. Maka para
importir yang merasakan kenikmatan.
Akankah merosotnya
hasil pertanian negeri agraris ini hanya menjadi wacana perdebatan tanpa
ujung di media massa tanpa pemecahan yang berdaya guna? Dimanakah dan
apa karya para sarjana pertanian kita lulusan IPB dan perguruan tinggi lainnya?
0 comments:
Posting Komentar